‘Dateng atuh Yah.” Aku melirik ke arah istriku yang sejak tadi mendesak
memenuhi undangan itu. Kulipat koran dan kubenahi duduk pada kursi anyaman
rotan yang beralaskan busa tebal. Nyaman. Semestinya nyaman.
‘Ah…’ Kuikat jemari di depan perut yang
semakin membuncit.
‘Ya udah kalo Ayah emang ga mau, mamah
ga akan maksa lagi. Tapi jangan jadi cemberut gitu atuh.’ Goda nya sambil
menyodorkan secangkir kopi susu yang telah selesai diaduknya. Aku melemparkan
sekilas senyum ke arahnya. Bagaimanapun juga ini bukan masalah yang layak
diperdebatkan, terlebih di usia kami yang sudah kepala 3.