"Buk" sebuah pukulan keras
tepat mengenai rahang kananku. Rasa sakit mulai merayap ke kepala, lalu mengirimkannya
kembali ke seluruh tubuh. Untuk sesaat dunia hening. Pandanganku berbayang.
Wajah wajah marah itu tersenyum puas. Tubuhku tersungkur di kaki salah seorang
dari mereka. Berikutnya tendangan dan injakan di punggung, kepala, bergantian
kurasakan. Nyanyian kebencian mereka yang terdengar samar samar mengiringi
penyiksaan itu.
Sakit, namun egoku menahan untuk mengucap ampun. Aku lebih baik
mati di gang ini, daripada harus menyerahkan harga diriku. Setiap benturan
seolah menghantam tembok egoku, namun ia terlalu angkuh untuk sedikit saja
mengalah. Tidak! Mengucap ampun hukumnya haram dalam hidupku. Sayang, aku tak
bisa berbuat banyak melawan ke lima preman itu, selain menggulung diri,
melindungi kepala dan dada.
Ah sial, ini semua gara gara bapak tua penjual
sekoteng. Setengah jam sebelumnya, aku tengah menikmati kemacetan dari atas
motor gede. Karena tak sabar, aku menyalip kiri dan kanan. Salah perhitungan, stang
kanan motorku menyenggol seorang bapak bapak yang tengah membawa baki berisi
dua mangkuk sekoteng. Bapak bapak itu tersungkur. Sekotengnya tumpah,
mangkuknya pun pecah. Jelas, aku langsung memakinya. Orang bodoh pun tahu kalo
pejalan kaki itu mestinya lewat trotoar. Sayangnya, yang berada di sana juga
kumpulan orang bego. Bukannya membelaku, malah balik menyudutkan. Tak terima, akhirnya
kumaki sambil mencoba pergi. Rupanya makian itu menyulut amarah mereka. Aku pun
mencoba kabur, memacu kembali motorku. Dalam kerumunan, motorku berkelit kiri kanan mencari celah. Sayang,
bukannya lolos, aku justru terjatuh. Motorku menghantam samping truk barang
yang tengah parkir. Beruntung aku terhempas tanpa cedera parah. Tubuh ini masih
kuat untuk berlari dari kejaran orang orang yang berteriak di belakang. Mengenal
daerah musuh memang penting dalam perang. Dan kali ini aku belajar langsung
tentang itu. Belajar dengan penuh rasa
sakit. Setelah berhasil lari, aku akhirnya terjebak di gang sempit ini. Menjadi
hidangan nikmat bagi ke lima preman yang mengejarku. Sial.
Tendangan dan
injakan itu terus menghujani, sampai aku nyaris kehilangan kesadaran.
Beruntung, semuanya tiba tiba saja
terhenti. Terhenti oleh kemunculan
seseorang perempuan. Aku pun masih mendengar
teriakannya itu. Kemudian hening. Mataku yang dipenuhi darah dan amarah masih sanggup menangkap sosok mungil itu. Meski samar, kulihat ia tergesa
menghampiri. Layaknya seorang pawang singa, perempuan berjilbab itu membuat ke
lima preman menunduk. Takluk.
“Apa ini? Siapa perempuan sialan yang berani beraninya menghina ku? Sedari
kecil aku benci diremehkan. Meski dimanja, namun aku menolak bila harus
ditolong perempuan; mahluk lemah yang bisanya hanya merengek. Sial. Dia pikir
dia siapa? Apa dia pikir aku tak sanggup bertahan dan menghajar mereka semua. ”
Ku kumpulkan tenaga, mencoba
bangkit. Kedua tangan ini membantu menopang kaki yang bergetar. ‘Aku bisa…
lihat saja perempuan sialan…’ Satu langkah dan bruk. Tubuhku kembali ambruk.
Lemah. Segera perempuan itu menghampiri. Ia menyuruh para preman untuk menolongku.
Aku menatapnya tajam, mencoba menyampaikan kebencian lewat mataku, namun ia tak
membalasnya. Ia terus saja meminta mereka untuk segera menolongku. Jantungku
melambat. Hening, redup kemudian gelap.
4 komentar:
kereeen!!! membuat pembaca terbawa suasana, jd menggebu-gebu bacanya.. membuat penasaran, bahasanya mengalir, diksinya baik, LANJUTKAN!!!! bgmnakah kisah si aku selanjutnya? gak sabar pngen bca slnjutnya... ^^
Hmmm... actually the main story is not about the Aku, but about the girl... ^^
Terima kasih atas komentarya, tapi kalo memang ada yang dirasa kurang, sampaikan saja teh ^^
Hi...im sorry 4 comin late, Sir....qiqiqi...baru skrng menclok dimari, n I reaaaaally enjoy reading it with a glass of coffee (kopina teu dina cangkir)...awesome, keren klu kata teh Layla mah^^...apalagi I like kinda martial art thingy, atau nugebak gebuk kitu....make ur adrenaline gets pumped out,,,keep writing broth
thanks sis... ^^ tapi kyanya gus berhenti di part ke 7. smakn ksini, idenya semakin beurat. Jadi asa sinetron... heuheuheu
Posting Komentar