Konsep PAIKEM (pendidikan yang aktif, inovatif, kreatif dan
menyenangkan) yang sudah lama disuguhkan oleh beberapa ahli ternyata masih
sulit untuk diaplikasikan. Tak hanya
bagi guru muda, guru guru senior yang berpengalaman puluhan tahun pun kadang
belum bisa menikmati saat saat berada di dalam kelas. 80 menit serasa 8 jam. Duduk
ga nyaman, jalan jalan tak tenang. Sebentar sebentar ke ruang guru.
Kenapa semua itu bisa terjadi? Yah jawaban singkatnya ada
dua; belum siap dan enggak mau siap. Kalau belum siap, mungkin tips tips ini
bisa membantu, tapi kalo ga mau siap, sebaiknya serahkan tugas terhormat itu
pada mereka yang mau.
Jadi, bagaimana agar diri kita siap dan akhirnya bisa menikmati 80 menit di dalam kelas bersama anak anak kita.
Saya yakin, rekan rekan semua mengenal perangkat
pembelajaran semacam Silabus, RPP, ProMes, Prota dan sebagainya kan? pernah
membuatnya? Atau setidaknya ngedonlot lalu mengeditnya? Yah setidaknya pernah
denger lah. Ini pengalaman saya.
Suatu
pagi saya datang dengan begitu percaya diri. Masuk kelas dengan RPP pertama,
itu pun hasil ngedonlot beberapa pekan sebelumnya. Lima menit pertama berjalan
dengan cukup baik, karena sudah pasti berdo’a, mengecek kehadiran dan mengisi
agenda. Langkah berikutnya, pun tidak begitu sulit, karena seperti yang
tertuang di RPP yaitu memberikan apersepsi dan motivasi. Masuk ke bagian inti,
saya mulai kebingungan, karena bahasa yang tertuang di sana cukup
ngejelimet.Beberapa istilah belum saya fahami. Media dan buku penunjang tidak
sesuai dengan apa yang biasa digunakan. Akhirnya 80 menit itu saya hancur di
depan anak anak.
Dari sana bisa disimpulkan , menyiapkan
strategi bukan hanya sekedar menyediakan RPP yang kemudian dilaporkan ke
KepSek, dijilid bersama perangkat lainnya, kemudian disimpan rapih dalam
lemari. Sejatinya, RPP harus benar benar menjadi ungkapan kita dalam
merencanakan setiap langkah selama di kelas. Bahkan dari suatu pertemuan, kita
bisa melakukan perubahan rencana untuk pertemuan berikutnya berdasarkan temuan
di lapangan. Untuk itu penting bagi kita,
a.
Mengenal berbagai model dan metode pembelajaran,
agar kita punya beragam strategi untuk menghadapi berbagai kondisi. Variasi
penggunaan model pembelajran pun dimaksudkan agar proses PBM tidak monoton
alias menarik.
b.
Mencari
media yang tepat (efektif dan inovatif) agar kita mampu mengoptimalkan
fungsinya.
c.
Melakukan evaluasi atas rencana rencana yang
telah kita laksanakan, untuk bahan perbaikan pada rencana rencana ke depan.
Suatu
hari seorang rekan datang sedikit terlambat ke kelas karena motor yang dia
kendarai mogok di jalan. Waktu masuk kelas dan mulai mengajar, sebagian anak
cekikikan. Ia pun sadar ada yang salah, tapi tidak tahu apanya yang salah.
Resleting ketutup. Kancing terpasang rapi. Rambut, OK. Sepatu mengkilat. Akhirnya, selama 80 menit itu dia terus
bertanya tanya sambil sesekali memeriksa penampilannya.
Ternyata, setelah dia bercermin, ada noda oli di pipi kirinya. Beuh…
Ternyata, setelah dia bercermin, ada noda oli di pipi kirinya. Beuh…
Nah, supaya kejadian tersebut ga menimpa
kita, sempatkan untuk bercermin sebelum masuk kelas. Jangan terlalu lama juga, apalagi kalo waktu
dandan sampe makan satu jam pelajaran, hadeuh…
Nah, selain itu dengan tampil rapih dan
bersih, kita pun secara tidak langsung mengajarkan pada anak anak kita untuk
bersikap bersih dan rapi. (Remember, teachers are models to their students. )
Rekan tentu ingat kan bagaimana RPP di
susun? Setiap fase membutuhkan waktu pelaksanaan. 80 Menit itu telah kita
rancang agar dapat digunakan seefektif mungkin. Hal ini akan sulit dilaksanakan
bilamana kita datang terlambat ke kelas. Mungkin kita bisa mengatur ulang bila
keterlambatan kita hanya 2-5 menit. Lebih dari itu, mungkin harus ada langkah
yang kita lewati. Bahkan untuk merancang ulang nya pun kita membutuhkan waktu.
Kenapa saya bicara seperti ini? Karena itu
hal terberat yang sampai saat ini masih harus diperjuangkan. Harus diakui bahwa
saya pun masih belajar untuk datang tepat waktu setiap saat, namun terkadang
ada saja hal yang membuat saya datang terlambat ke sekolah.
Bila rekan rekan pernah menonton film ‘Freedom
Writers’, rekan akan melihat, di sana guru menanti siswa di kelas. Mereka
melatih kembali rencana rencana yang mereka buat sebelum siswa masuk ke kelas. Sebaliknya,
di kebanyakan sekolah di negara kita, murid cenderung datang lebih awal ke
sekolah dan harus nungguin guru setelah bel masuk. Bahkan guru yang datang
sebelum bel masuk pun lebih senang menikmati waktunya di ruang guru dengan
secangkir kopi daripada masuk ke kelas dan membaca kembali RPP mereka.
Kelas yang menyenangkan tidak begitu saja
terbentuk, semua itu memerlukan usaha untuk menciptakannya. Sebagai guru, kita
ibaratnya pelukis langit dalam ruang kelas. Biru atau kelabu akan menjadi dasar
bagi anak anak untuk melanjutkan lukisannya. Sulit bagi mereka untuk melukis
warna warni pelangi bila warna yang kita tumpahkan adalah kelabu. Namun anak
anak akan begitu senang melukis pelangi, bunga bunga dan kupu pada langit cerah
yang berwarna biru.
Biru atau kelabu itu sangat ditentukan
bagaimana sikap kita saat berada di dalam kelas. Banyak dari kita yang sering
membawa permasalahan di luar, ke dalam kelas. Pada akhirnya, suasana yang
tercipta pun persis seperti apa yang tengah kita rasakan. Pada kesempatan lain,
kita kadang terjebak oleh sikap siswa yang membuat kita lepas kendali, dan pada
akhirnya suasana menyenangkan yang kita ciptakan sejak masuk kelas harus runtuh
karena satu insiden.
Bagaimana menghadapinya? Sekali lagi saya
sampaikan hanya untuk mereka yang mau.
a.
Belajar mengendalikan diri, di mana pun dan
kapan pun. Tujuannya agar kita tetap terlihat tenang saat menghadapi kondisi seburuk apapun. Hal sulit ini memang membutuhkan latihan cukup lama, namun manisnya pun
akan kita kecap selamanya. Misalkan saat kita tengah memberikan penjelasan,
lalu ada anak anak yang ngobrol di belakang. Daripada melempar penghapus atau
membentak mereka, mungkin lebih baik bagi kita untuk mendekati lalu meminta
mereka untuk menjelaskan kembali apa yang telah kita jelaskan. Dengan begitu,
selain menghemat energi, kita pun tetap menjaga suasana kelas yang nyaman.
b.
Hindari memanggil kata ‘Kamu’ dan ‘Saya’ dalam
berinteraksi dengan siswa. Disadari atau tidak, kata ‘kamu’ dan ‘saya’ telah
menciptakan jarak antara kita dan anak anak. Memanggil siswa dengan namanya
akan terasa lebih nyaman, baik bagi kita terutama siswanya. Anak anak akan
lebih merasa diakui saat mereka dikenali guru. Dengan membiasakan diri
memanggil nama mereka, kita telah menunjukan kepedulian kita sekaligus belajar
untuk lebih mengenal mereka.
c.
Hindari pula menunjuk siswa. Beri kesempatan
kepada mereka untuk menunjukan keberanian. Namun, bila memang yang kita hadapi
kelas yang pendiam, bahkan setelah kita beri motivasi, tetap jangan menunjuk
siswa. Lalu bagaimana? Coba dekati siswa, pegang pundaknya dan minta ia untuk
memberikan pendapatnya. Hal tersebut akan lebih nyaman dan menyenangkan bagi siswa. Respon siswa pun akan
kita rasakan lebih baik dibanding dengan menunjuk mereka dari depan kelas.
Tentu banyak hal lain yang belum terungkap di sini, itu semua
disebabkan keterbatasan penulis semata. Karenanya, jangan sungkan untuk
memberikan masukan dan kritik atas tulisan ini. Sebaliknya, bila ada hal yang
bisa diambil dari tulisan ini, semuanya adalah karunia Yang Maha Tinggi. Semua
yang ada di langit dan bumi adalah milik Nya, termasuk ilmu ini. Semoga
bermanfaat.
*dari berbagai buku
dan guru, termasuk pengalaman pribadi.
** ilsutrasi gambar diambil dari sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar