Dunia Kecilku

Selamat datang di dunia kecilku. Dunia yang terbatas ketidakmampuan mengekspresikan semua keinginan, dunia yang hanya berupa penggalan penggalan, dan akan menjadi utuh karena kehadiranmu. :D

Cep Agus diajar nulis Headline Animator

Selasa, 17 Juli 2012

Separuh Perjalanan Hidup Sebagai Guru


Sebagian orang mungkin mengatakan bahwa menjadi guru adalah sebuah pekerjaan, suatu profesi. Namun bagi saya pribadi, guru adalah sebuah penghargaan, penghargaan dari mereka yang terpaksa atau dengan suka hati memandang saya sebagai seorang guru.
Saya begitu ingat ketika pertama kali dipercaya untuk menjadi guru pada acara pesantren kilat yang dilaksanakan Remaja Masjid di kampung saya. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Atas. Tanpa tahu mesti bagaimana, saya mencoba menjadi pembimbing bagi  anak anak yang masih SD. Saat itu, saya mencoba mengingat bagaimana cara guru saya di sekolah mengajar, dan mulai mengaplikasikannya.


Langkah pertama yang bisa dikatakan asal asalan itu membawa saya ke ruang ruang kelas berikutnya, meski bukan pengajar di ruang kelas sebenarnya, namun semuanya adalah langkah yang cukup memberikan arti. Kesempatan untuk mengajar di sekolah datang pada tahun 2001, saat itu saya ditawari untuk mengajar di sebuah sekolah dasar di Kiaracondong, Bandung. Tentu saja saya menyambutnya dengan gembira. Selama tiga tahun, saya bergelut di sana, mencoba mengenali makna menjadi seorang guru, karena atmosphere sekolah dengan ruang kelas sederhana begitu jauh berbeda. Di sekolah, saya dituntut untuk mengikuti berbagai petunjuk pengajaran yang kemudian saya kenal dengan nama kurikulum , silabus dan RPP. Di sana pun saya pun mulai mengenal dunia anak, karena interaksi yang terjadi lebih banyak dengan anak, terlebih setelah saya dan rekan mendirikan sebuah tempat kursus Bahasa Inggris rumahan di sana.

Meski banyak belajar dari rekan rekan guru senior saat itu, namun saya merasa belum puas. 
Akhirnya, pada tahun ke tiga, saya mengundurkan diri karena saya kembali mendapat kesempatan untuk mengajar di sebuah lembaga pendidikan Bahasa Inggris dan Sekolah Internasional di Jakarta. Saya selalu berfikir bahwa semakin banyak bertemu orang, semakin besar kesempatan untuk belajar. Awalnya saya begitu bersemangat, karena di sini kemampuan berbahasa Inggris saya benar benar di asah. Di lingkungan tersebut, guru dituntut untuk menggunakan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi, dan dilarang untuk menggunakan bahasa lain saat berinteraksi dengan siswa. Namun sayang, Jakarta bukanlah kota yang membuat saya kerasan, meski saat itu saya sudah memegang posisi sebagai Branch Manager dengan gaji yang lumayan besar, namun saya merasa ini bukanlah hidup yang saya inginkan.

Pada tahun 2007, saya kembali ke rumah setelah menyelesaikan studi S1, dan mulai merintis sebuah tempat belajar Bahasa Inggris bagi anak. Memanfaatkan ruang kamar yang langsung menuju ke halaman, saya menampung lebih dari 40 siswa saat itu yang kemudian dibagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampuan berbahasa mereka. Saya pun kembali ke sekolah pada tahun 2008. Saat itu tetangga saya yang kebetulan merupakan PKS kurikulum di sebuah SMP swasta di Cianjur, menawari saya untuk menggantikan guru yang cuti melahirkan selama satu semester.
Di sana, kesempatan untuk mengembangkan diri sangat terbuka, karena selain sering diajak untuk mengikuti berbagai pelatihan, saya pun diberi keleluasaan untuk memanfaatkan lab dan membimbing anak dalam sebuah ekskul. Di sana pun saya bertemu dengan rekan rekan guru yang ramah dan terbuka, saya diajari banyak hal lagi di sana masalah pengajaran. Yang tentunya memiliki kesan tersendiri adalah anak anaknya. Meski awalnya saya tidak disukai karena selalu datang tepat waktu, tapi semuanya cair saat saya mulai memasuki hidup mereka. Mereka pun, seperti murid murid sebelumnya sering ngajak saya ngaliwet, atau curhat masalah cinta mereka.

Saat tahun ajaran 2007/2008 berakhir, saya yang semestinya mengakhiri pekerjaan, kembali ditawari untuk tetap mengajar di sana, meski mata pelajaran yang saya ampu menjadi dua, yaitu Bahasa Inggris dan Matematika. Bukannya sok bisa atau apa, namun sangat sayang bila kesempatan untuk menimba ilmu dan mengasah diri di sana harus dilepas karena harus mengajar mata pelajaran yang tidak dikuasai. Seminggu lebih, saya memepersiapkan diri termasuk mendalami materi dan konsep pengajaran Matematika lewat membaca dan berkonsultasi. Namun harus saya akui, saya tidak begitu sukses mengajar Matematika saat itu, bahkan bisa dikatakan gagal. Akhirnya saya pun menyampaikan hal tersebut kepada sekolah, dan berniat mengundurkan diri. Namun pihak sekolah dengan segala kebaikannya, tetap memberikan amanah itu pada saya.

Kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan pun datang pada bulan Oktober 2008, saat itu Pemerintah Daerah membuka lowongan bagi guru untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya. Awalnya saya tidak begitu tertarik, karena saya masih betah untuk mengajar di sini. Selain lokasinya cukup dekat dengan rumah, saya pun merasa nyaman dengan suasana kerjanya. Namun Ibu yang kemudian memaksa saya untuk mengikutinya, beliau mengatakan bahwa saya belum tentu lulus, melihat kakak perempuan saya pun yang telah 6 kali mengikutinya belum juga lulus. Akhirnya saya ikut mendaftar pada hari terakhir dan mengikuti ujian tanpa banyak ritual yang rekan rekan saya lakukan. Saat itu saya hanya memohon diberikan yang terbaik, dan mohon direstui oleh Ibu dan Bapak.

Saat pengumuman hasil ujian itu keluar, saya mendapati nama saya di sana. Namun saya tidak bisa melompat lompat gembira, karena berdiri di samping, kakak saya yang dengan penuh kekecewaan menatap setiap lembar daftar nama yang tertempel di papan pengumuman itu. Berita keberhasilan saya pun sontak mengundang polemik, beberapa rekan menelepon, bukan hanya untuk memberikan selamat, tapi lebih kepada bertanya “Bayar berapa?” Bahkan kakak yang di Tangerang pun langsung menginterogasi melalui telepon. Bahkan pertanyaan pertanyaan itu tidak hanya ditujukan pada saya, tapi juga Bapak. Yah, saya mengerti alasan mereka kenapa harus bertanya seperti itu, karena kejujuran memang barang yang sangat langka saat itu.

Sayang, setelah diangkat menjadi CPNS, saya harus melepaskan kembali sekolah yang sangat saya cintai itu. Saya menolak saat ada yang menawarkan pengaturan penempatan dengan memberikan sejumlah uang. Prinsip saya, hidup itu jangan dipaksakan, karena kita tidak pernah tahu apa yang terbaik untuk kita.

Pada Maret 2009, berdasarkan S.K yang saya terima, saya mulai bekerja di SMP Negeri 5 Cibinong, tempat saya mengajar sekarang. Sudah banyak kisah yang saya alami sejak pertama kali menginjakan kaki di sekolah ini, dari mulai perjuangan mendaki jalan berbatu dan berliku dengan sudut kemiringan lebih dari 45 derajat, sampai gangguan gangguan mahluk halus yang sedikit banyak mengusik ketenangan waktu istirahat saya. Namun yang paling berkesan, dan membuat saya betah di sini adalah anak anak nya. Anak anak yang kemudian menginspirasi saya menulis sebuah lagu. Anak anak yang membawa saya pada dunia yang belum saya kenali sebelum nya. Anak anak yang telah begitu sering saya ceritakan pada tulisan tulisan sebelumnya. Anak anak yang kemudian memberikan saya ide untuk membuat BLOG Tulisan Barudak. Yah, mereka memang anak anak kampung, namun semangat mereka mampu membuat saya tetap tersenyum dalam lelah, membuat saya bahagia dalam kesunyian desa, membuat saya tetap sabar meski jauh dari keluarga.

Perjalanan ini belum usai, dan saya masih ingin memperbaiki diri, tak hanya menjadi guru yang benar benar guru bagi anak anakku, tapi juga menjadi sahabat bahkan keluarga bagi mereka.


    

Tidak ada komentar: